Kisah nyata yang sangat menyentuh hati guys :( sedih banget pas baca, dikutip dari yantekbansel yang dia ambil dari facebook, disimak ya..
Pada saat kami berpacaran aku memintanya untuk menikahiku dengan alasan karena aku malu sudah terlalu lama pacaran, sedangkan teman-temanku sudah menikah semua, dan pada akhirnya kami pun menikah. Meskipun menjelang pernikahan selalu terjadi konflik diantara kami, ternyata dia memang tidak pernah menginginkan aku menjadi istrinya .
Kehidupan pernikahan kami awalnya baik-baik saja menurutku, Setelah menikah Mario suamiku tampak baik dan lebih menuruti apa mauku, kami tidak pernah bertengkar hebat, kalau marah dia cenderung diam dan pergi ke kantornya bekerja sampai subuh dan baru pulang kerumah untuk mandi, kemudian mengantar anak kami sekolah. Tidur dan makannya sangat sedikit, aku pikir dia seorang workaholic.
Mario menciumku maksimal 2x sehari, pagi menjelang kerja dan saat dia pulang kerja, itupun kalau aku masih bangun. Waktu pacaran dia tidak pernah romantis, aku berpikir memang mungkin dia tidak romantis dan tidak memerlukan hal-hal seperti itu sebagai ungkapan sayang.
Kami jarang ngobrol sampai malam, pergi nontn berdua, bahkan makan berdua diluar pun hampir tidak pernah. Kalau kami makan di meja makan berdua , kami asik sendiri dengan sendok dan garpu kami, tidak ada obrolan yang terdengar, hanya denting piring yang beradu dengan sendok garpu.
Kalau hari libur, dia lebih sering tiduran dikamar atau main dengan anak-anak kami, dia jarang sekali tertawa lepas, karena dia seorang yang sangat pendiam. Aku sangka dia memang tidak suka tertawa lepas.
Aku mengira rumah tangga kami baik-baik saja selama 8 tahun, sampai suatu ketika ia tergeletak sakit di rumah sakit, karena jarang makan dan sering jajan di kantornya dibanding makan dirumah, dia terkena typoid (penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica) dan terjadi perforasi (lubang kecil) di ususnya.
Pada saat ia masih di ICU, seorang perempuan datang menjenguknya bernama Meisha dan mengaku temannya Mario saat kuliah dulu. Meisha tidak secantik aku, dia begitu sederhana, tapi matanya begitu cantik, bersinar indah penuh kehangatan dan penuh cinta. Ketika ia berbicara, seakan-akan waktu berhenti berputar dan terpana dengan kalimat-kalimatnya yang ringan dan penuh pesona.
Mungkin laki-laki ataupun perempuan akan jatuh cinta ketika mendengar dia bercerita. Meisha bercerita kalau Mario sangat pendiam sehingga jarang mempunyai teman yang akrab.
Pekerjaan kantor lah yang mempertemukan mereka pada 5 bulan yang lalu. Meisha bekerja di advertising dan Mario saat itu sedang membuat iklan untuk perusahaan tempatnya bekerja.
Seketika itupun aku flashback, 5 bulan lalu memang ada perubahan yang cukup drastis pada Mario, setiap mau pergi bekerja dia tersenyum manis padaku dan dalam sehari bisa menciumku lebih dari 3x. Dia membelikan aku parfum baru dan mulai sering tertawa lepas. Tapi di saat lain dia sering termenung di depan komputernya atau termenung memegang Hp-nya. Kalau aku tanya, dia bilang ada pekerjaan yang membingungkan.
Suatu hari Meisha datang menjenguk Mario lagi, aku sednag memegang sepiring nasi beserta lauk dengan wajah kesal karena Mario tidak mau aku suapi. Meisha pun masuk kekamar dan menyapa Mario dengan suara riangnya.
"Hai Rima, kenapa dengan anak sulungmu yang nomor satu ini? Tidak mau makan juga? Uuuhh dasar anak nakal, sini piringnya." Lalu dia terus mengajak Mario bercerita sambil menyuapi Mario, tiba-tiba saja sepiring nasi itupun sudah habis ditangannya, dan aku tidak pernah melihat tatapan penuh cinta yang terpancar dari mata suamiku seperti siang itu. Tidak pernah seumur hidupku yang aku lalui bersamanya, tidak pernah sedetikpun!"
Hatiku terasa sakit, lebih sakit dari saat dia membalikkan tubuhnya membelakangi aku saat aku memeluknya dan aku berharap dia mencumbuku.
Lebih sakit dari pada ketika dia tidak pulang kerumah saat ulang tahun perkawinan kami kemarin.
Lebih sakit dari rasa sakit yang aku alami pasca operasi caesar ketika aku melahirkan anaknya.
Lebih sakit dari rasa sakit ketika dia tidak mau memakan masakan yang aku buat dengan susah payah.
Lebih sakit dari rasa sakit ketika dia lebih suka mencumbu komputernya dibanding aku.
Tapi aku tidak pernah bisa marah setiap melihat perempuan itu, dia begitu manis, terkadang dia tiba-tiba datang membawakan donat untuk anak-anak dan membawakan ekrol kesukaanku. Dia mengajakku jalan-jalan dan nonton. Dia juga pernah datang bersama suami dan ke-2 anaknya yang lucu-lucu.
Mendung menyelimuti Jakarta pada sore itu. Anak sulungku, seorang anak perempuan cantik berusia 7 tahun, berambut keriting ikal dan cerdas sama seperti ayahnya berhasil membuka password email papanya. dia pun memanggilku, "Mama, mau lihat surat papa buat tante Meisha?"
Aku tertegun memandangnya dan membaca surat elektronik itu.
Dear Meisha,
Kehadiranmu bagai beribu bintang gemerlap yang mengisi seluruh relung hatiku, aku tidak pernah merasakan jatuh cinta seperti ini, bahkan pada Rima. Aku mencintai Rima karena kondisi yang mengharuskan aku mencintainya, karena dia ibu dari anak-anakku. Ketika aku menikahinya, aku tetap tidak tahu apakah aku sungguh-sungguh mencintainya. Tidak ada perasaan bergetar seperti ketika aku memandangmu, tidak ada perasaan rindu yang tidak pernah padam ketika aku tidak menjumpainya.
Aku hanya tidak ingin menyakiti perasaannya. Ketika konflik-konflik terjadi saat kami pacaran dulu, aku sebenarnya kecewa, tapi aku tidak sanggup mengatakan padanya bahwa dia bukanlah perempuan yang aku cari untuk mengisi kekosongan hatiku. Hatiku tetap terasa hampa, meskipun aku menikahinya. Aku tidak tahu, bagaimana caranya menumbuhkan cinta untuknya, seperti ketika cinta untukmu tumbuh secara alami, seperti pohon-pohon beringin yang tumbuh kokoh tanpa pernah mendapat siraman dari pemiliknya.
Seperti pepohonan di hutan-hutan belantara yang tidak pernah minta disirami, namun tumbuh dengan lebat secara alami. Itu yang aku rasakan.
Aku tidak akan pernah bisa memilikimu, karena kau sudah menjadi milik orang lain dan aku adalah laki-laki yang sangat memegang komitmen pernikahan kami. Meskipun hatiku terasa hampa, itu tidaklah mengapa, asal aku bisa melihat Rima bahagia dan tertawa, dia bisa mendapatkan segala yang dia inginkan selama aku mampu.
Dia boleh mendapatkan seluruh hartaku dan tubuhku, tapi tidak jiwaku dan cintaku, yang hanya aku berikan untukmu. Meskipun ada tembok yang menghalangi kita, aku hanya berharap bahwa engkau mengerti, you are the only one in my heart.
Yours,
Mario
Seketika mataku terasa panas. Jelita, anak sulungku memelukku erat. Meskipun baru berusia 7 tahun, dia adalah malaikat jelitaku yang sangat mengerti dan menyayangiku.
Akhirnya aku tau bahwa suamiku tidak pernah mencintaiku, dia tidak pernah bahagia bersamaku, dia mencintai perempuan lain. Sejak saat itu, aku menulis surat hampir setiap hari untuk suamiku. Surat itu aku simpan di amplop, dan aku letakkan di lemari bajuku, tidak pernah aku berikan untuknya.
Mobil yang dia berikan untukku aku kembalikan padanya, Aku mengumpulkan tabunganku yang kusimpan dari sisa-sisa uang belanja, lalu aku belikan motor untuk mengantar dan menjemput anak-anakku. Mario merasa heran, karena aku tidak pernah lagi bermanja dan minta dibelikan bermacam-macam merk tas dan baju.
Betapa tidak berharganya aku. Tidakkah dia tahu, bahwa aku juga seorang perempuan yang berhak mendapatkan kasih sayang dari suaminya? Kenapa dia tidak mengatakan saja, bahwa dia tidak mencintai aku dan tidak menginginkan aku? Itu lebih aku hargai daripada dia cuma diam dan mengangguk dan melamarku lalu menikahiku. Betapa malangnya nasibku.
Mario terus menerus sakit-sakitan, dan aku tetap merawatnya dengan setia. Biarlah dia mencintai perempuan itu terus di dalam hatinya, dengan aku berpura-pura tidak tahu. Kebahagiaan Mario adalah kebahagiaanku juga, karena aku akan selalu mencintainya.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Setahun kemudian,
Tanah pemakaman itu masih basah merah dan masih dipenuhi bunga. Meisha membuka amplop surat-surat itu dengan air mata berlinang.
“Mario, suamiku… Aku tidak pernah menyangka pertemuan kita saat aku pertama kali bekerja di kantormu, akan membawaku pada cinta sejatiku. Aku begitu terpesona padamu yang pendiam dan tampak dingin. Betapa senangnya aku ketika aku tidak bertepuk sebelah tangan.
Aku mencintaimu, dan begitu posesif ingin memilikimu seutuhnya. Aku sering marah, ketika kamu asyik bekerja, dan tidak memperdulikan aku. Aku merasa di atas angin, ketika kamu hanya diam dan menuruti keinginanku Aku pikir, aku si puteri cantik yang diinginkan banyak pria, telah memenuhi ruang hatimu dan kamu terlalu mencintaiku sehingga mau melakukan apa saja untukku.
Ternyata aku keliru, aku menyadarinya tepat sehari setelah pernikahan kita. Ketika aku membanting hadiah jam tangan dari seorang teman kantor dulu yang aku tahu sebenarnya menyukai Mario.
Aku melihat matamu begitu terluka, ketika berkata, “kenapa, Rima? Kenapa kamu mesti cemburu? Dia sudah menikah, dan aku sudah memilihmu menjadi istriku?”
Aku tidak perduli, dan berlalu dari hadapanmu dengan sombongnya.
Sekarang aku menyesal, memintamu melamarku. Engkau tidak pernah bahagia bersamaku. Aku adalah hal terburuk dalam kehidupan cintamu. Aku bukanlah wanita yang sempurna yang engkau inginkan.
Istrimu
Rima
Di surat yang lain,
“Kehadiran perempuan itu membuatmu berubah, engkau tidak lagi sedingin es. Engkau mulai terasa hangat, namun tetap saja aku tidak pernah melihat cahaya cinta dari matamu untukku, seperti aku melihat cahaya yang penuh cinta itu berpendar dari kedua bola matamu saat memandang Meisha.”
Di surat yang kesekian,
“Aku bersumpah, akan membuatmu jatuh cinta padaku. Aku telah berubah, Mario. Engkau lihat kan, aku tidak lagi marah-marah padamu, aku tidak lagi suka membanting-banting barang dan berteriak jika emosi. Aku belajar masak, dan selalu kubuatkan masakan yang engkau sukai. Aku tidak lagi boros, dan selalu menabung. Aku tidak lagi suka bertengkar dengan ibumu.
Aku selalu tersenyum menyambutmu pulang ke rumah. Dan aku selalu meneleponmu, untuk menanyakan sudahkah kekasih hatiku makan siang ini? Aku merawatmu jika engkau sakit, aku tidak kesal saat engkau tidak mau aku suapi, aku menungguimu sampai tertidur di samping tempat tidurmu, di rumah sakit saat engkau dirawat, karena penyakit pencernaanmu yang selalu bermasalah. Meskipun belum terbit juga sinar cinta itu dari matamu, aku akan tetap berusaha dan menantinya.”
Di surat terakhir, pagi ini…
“Hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan kami yang ke-9. Tahun lalu engkau tidak pulang ke rumah, tapi tahun ini aku akan memaksamu pulang, karena hari ini aku akan masak, masakan yang paling enak sedunia. Kemarin aku belajar membuatnya di rumah Bude Tati, sampai kehujanan dan basah kuyup, karena waktu pulang hujannya deras sekali, dan aku hanya mengendarai motor.
Saat aku tiba di rumah kemarin malam, aku melihat sinar kekhawatiran di matamu. Engkau memelukku, dan menyuruhku segera ganti baju supaya tidak sakit.
Tahukah engkau suamiku,
Selama hampir 15 tahun aku mengenalmu, 6 tahun kita pacaran, dan hampir 9 tahun kita menikah, baru kali ini aku melihat sinar kekhawatiran itu dari matamu, inikah tanda-tanda cinta mulai bersemi di hatimu?
Jelita menatap Meisha, dan bercerita:
“Siang itu Mama menjemputku dengan motornya tan, dari jauh aku melihat keceriaan di wajah mama, dia terus melambai-lambaikan tangannya kepadaku. Aku tidak pernah melihat wajah yang sangat bersinar dari mama seperti siang itu, dia begitu cantik. Meskipun dulu sering marah-marah kepadaku, tapi aku selalu menyayanginya.
Mama memarkir motornya di seberang jalan, ketika mama menyeberang jalan, tiba-tiba mobil itu lewat dari tikungan dengan kecepatan tinggi aku tidak sanggup melihatnya terlontar. Aku melihatnya masih memandangku sebelum dia tidak lagi bergerak.
Jelita memeluk Meisha dan terisak-isak. Bocah cantik ini masih terlalu kecil untuk merasakan sakit di hatinya, tapi dia sangat dewasa.
Meisha mengeluarkan selembar kertas yang dia print tadi pagi. Mario mengirimkan email lagi kemarin malam, dan tadinya aku ingin Rima membacanya.
Dear Meisha,
Selama setahun ini aku mulai merasakan Rima berbeda, dia tidak lagi marah-marah dan selalu berusaha menyenangkan hatiku. Dan tadi dia pulang dengan tubuh basah kuyup karena kehujanan, aku sangat khawatir dan memeluknya. Tiba-tiba aku baru menyadari betapa beruntungnya aku memiliki dia. Hatiku mulai bergetar. Inikah tanda-tanda aku mulai mencintainya?
Aku terus berusaha mencintainya seperti yang engkau sarankan, Meisha. Dan besok aku akan memberikan surprise untuknya, aku akan membelikan mobil mungil untuknya, supaya dia tidak lagi naik motor ke mana-mana. Bukan karena dia ibu dari anak-anakku, tapi karena dia belahan jiwaku.
Meisha menatap Mario yang tampak semakin ringkih, yang masih terduduk disamping nisan Rima. Di wajahnya tampak duka yang dalam. Semuanya telah terjadi, Mario.
Terkadang kita baru sadar bahwa kita mencintainya disaat dia sudah tidak ada.
Membacanya sampe nangis ....ππ
BalasHapusπππ
BalasHapusπππ
BalasHapusSedih seperti saya, mencintai dia dlm diam
BalasHapusSedihnya..
BalasHapusSeperti kisah yang sedang aku jalani sekarang..
Semoga suami cepat sadar tanpa nunggu aku tiada terlebih dulu.
Aminn
HapusAammiin...aqpun ingin bgtu
HapusKlu aq g bisa mencintai suami yang tidak mencintai aq... Dia masih cinta mantannya π π π bagiku mencintai nya buang buang waktu...sabar aja dan jalani hidup dengan sabar dan hampa...
BalasHapusUdah beberapa kali baca tp tetep aja nyesek dan nangis bacanya :(
BalasHapuskenapa kisah ya sama seperti kisah hidupku suami sangat dingin dgn ku bahkan aq tdk pernah melihat cinta dimata ya untuk ku pernikahan kami sdh 8 thn lbh tp aq tdk pernah bahagia kesedihan yg sll aq rasakan.tp aq bertahan krn anak2 ku
BalasHapususah berkali" baca masih aj nangis...
BalasHapushampir sama dgn kisahku hanya saja aq belum di takdirkan untuk meninggal tetap hidup dlm kehampaan
anak yg menjadikan smua trsa mudah
Menginspirasi
BalasHapusItu yg aku rasakan,, demi anak* aku bertahanπ₯Ί
BalasHapusItu yg saya saat ini rasakan, saya bertahan karna ada anak2
BalasHapus